Berita

CARA MENGATASI KEKURANGAN BIBIT POHON oleh: FATHUL RAKHMAN

-

Pemerhati Lingkungan

Awal tahun ini kita menyaksikan berbagai bencana di tanah air. Banjir, longsor, gunung meletus, gempa bumi. Banjir dan longsor sebenarnya lebih tepat jika disebut bencana yang dipicu juga oleh ulah manusia.

Di NTB sendiri, akhir tahun 2020 dan awal 2021 ini kita menyaksikan banjir. Banjir di Seruni Mumbul Lotim, banjir di Sanggar Bima yang menewaskan anak kecil, longsor di Nanga Tumpu Dompu. Bukan bermaksud berharap/berdoa yang buruk, tapi banjir dan longsor sepertinya akan terus terjadi tahun-tahun yang akan datang.

Agar tidak terus terjadi banjir caranya cuma satu : menanam pohon. Menanam pohon di hutan dan bukit yang gundul. Menanam pohon di tebing-tebing yang habis ditanami jagung. Menanam pohon di lahan yang sejauh mata memandang hanya hamparan tanah kosong.Tapi menanam pohon di lahan lahan tandus tersebut memang bukan perkara mudah.

Pertama, ada warga yang memanfaatkan lahan tersebut. Menyuruh menanam pohon saja tidak cukup. Saya rasa, jika lahan itu benar-benar kawasan hutan bisa dengan cara pemaksaan. Sudah saatnya menerapkan aturan dengan kuat. Tentu saja ini juga harus diberlakukan kepada korporasi yang diberikan lahan konsesi tapi tetap dibiarkan gundul atau malahan semakin gundul.

Kedua, tidak mudah mencari bibit pohon dan memastikan bisa tumbuh. Ini pengalaman pribadi kami. Beberapa kali kegiatan penghijauan bibit yang ada terbatas. Bibit yang cukup banyak tersedia ada di BPDAS. Ada juga di beberapa demplot Taman Nasional Gunung Rinjani. Sementara di Dinas LHK NTB ketersediaan bibit sangat kurang. Cobalah kunjungi kantor-kantor KPH di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Bisa dihitung dengan jari jumlah bibit yang tersedia. Keinginan gubernur Bang Zul Zulkieflimansyah untuk mempercepat menghijauakan lahan gundul sepertinya cukup berat dengan kondisi saat ini.

Kondisi ini sudah terjadi bertahun-tahun. Program bibit memang bukan prioritas. Cobalah cek berapa anggaran per tahun untuk penyediaan bibit. Belum lagi penanaman. Karena mengangkut bibit dari lokasi. Pembibitan ke lokasi penanaman butuh biaya yang tidak sedikit. Belum lagi kegiatan penanaman. Rasa rasanya memang benar – tidak ada makan siang yang gratis.

Baca Juga :  ASN LOMBOK TIMUR IKUTI BIMTEK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH.

Di kabupaten/kota, syukur syukur jika ada kegiatan pembibitan . Sejak urusan kehutanan diserahkan ke provinsi, sepertinya urusan menghijaukan lahan yang rusak ini semata-mata urusan provinsi. Walaupun kita tahu penggundulan itu masif ketika urusan kehutanan juga dipegang kabupaten/kota.

Urusan kehutanan ini secara administrasi memang urusan provinsi dan nasional (TN dan BKSDA). Tapi bukan berarti kabupaten/kota bisa lepas tangan. Setidaknya bisa mencegah semakin rusak lahan. Toh yang akan merasakan dampaknya juga nanti warga di kabupaten. Mengurus lingkungan harus menjadi tanggung jawab bersama.

Sekarang kita tidak usah saling menyalahkan. Salah kita semua. Sekarang kita mencari solusi. Solusi yang menurut saya bisa berdampak banyak dan berbiaya murah.

Salah satu solusi yang saya coba usulkan adalah kebun bibit sekolah. Karena SMA dan SMK menjadi urusan provinsi. Maka program ini bisa “dipaksakan” ke sekolah. Semua SMA dan SMK harus menyediakan bibit di sekolah masing-masing.

Semua SMA dan SMK saya rasa memiliki halaman yang luas. Halaman parkir yang luas. Termasuk juga mungkin ada taman yang luas. Lahan kosong yang luas. Sekarang Cukup 1 area saja yang digunakan untuk kebun bibit.

Semua sekolah harus memiliki demplot pembibitan. Jumlah SMA 171 dan SMK 97. Ini belum termasuk Madrasah Aliyah (MA) yang jumlahnya lebih banyak lagi. Kita fokus pada SMA dan SMK saja.

Satu sekolah satu are. Lahan itu khusus untuk pembibitan. Untuk pembibitan sebenarnya tidak susah. Saya bilang begini karena saya sudah mencoba di rumah. Setidaknya 841 bibit yang saya tanam di rumah sudah menyebar ke beberapa tempat. Di lahan BTN hanya hanya beberapa meter, saya membibitkan durian, jeruk, nangka, tabebuya, alpukat, asam.

Baca Juga :  Rapat Paripurna IX Masa Sidang III DPRD Kabupaten Lombok Timur, Setujui Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD T.A 2022

Sekolah cukup membeli polibag kecil. Tidak usah yang terlalu besar. Kegiatan mengisi polibag dengan tanah anggap saja sebagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Atau para guru juga bisa terlibat. Dengan lahan satu are, jika sekolah kompak, sehari sudah bisa terpenuhi dengan polibag yang berisi tanah.

Selanjutnya polibag itu ditanambi biji buah/pohon. Ini juga mudah. Sepanjang tahun ada musim buah buahan. Sekarang sedang banyak nangka, durian, rambutan, alpukat. Nah para siswa dan guru tentu sering beli buah-buahan. Jika selama ini bijinya dibuang, sekarang dibawa ke sekolah, dimasukkan ke dalam polibag.

Bisa juga minta siswa dan guru yang memiliki pohon di rumahnya agar membawa biji. Bisa juga sambil jalan-jalan, nemu biji dibawa ke sekolah. Tanam. Musim hujan dan angin seperti sekarang banyak biji kenari dan mahoni kita temukan. Pungut lalu bawa ke sekolah.

Polibag yang sudah terisi tanah tidak harus sekali dipenuhi. Sesuaikan saja dengan biji yang terkumpul dan sesuaikan dengan musim apa saat ini. Jadi sepanjang tahun akan selalu tersedia bibit pohon . Berbagai jenis.

Setelah tumbuh, tidak terlalu susah juga untuk menanam. Anak anak millenial, pecinta alam senang diajak penghijauan. Nah tinggal ambil bibit dari sekolah mereka. Sambil jalan-jalan membawa bibit pohon. Bila perlu tugaskan juga agar pohon yang mereka tanam itu untuk dipantau. Jika mati diganti. Jika tumbuh dipelihara.

Merawat satu are lahan pembibitan di sekolah bukan hal susah. Yang penting rajin disiram. Jika ada biji yang tidak tumbuh tinggal ganti. Nyari biji bijian juga tidak susah. Tidak mahal juga. Malahan bikin sehat. Beli buah, dimakan buahnya, bikin jus, bijinya ditanam.

Beli polibag juga tidak mahal. Hitungannya puluhan ribu. Kalau satu are saya rasa dengan modal satu sampai dua juta cukup. Tidak sampai membuat minus dana sekolah. Para guru dan pegawai negeri nyumbang sama-sama 20 ribu saja cukup. Mungkin juga siswa akan dengan senang hati menyumbangkan polibag. Atau bisa saja pakai kantong plastik sisa minyak, sisa makanan ringan. Yang penting ada wadah tempat pembibitan.

Baca Juga :  MERIAHKAN MAULID RW KARANG BARU ADAKAN ANEKA LOMBA.

Pembibitan ini bisa dilakukan sepanjang tahun. Tidak harus musim hujan saja. Menanam bisa dilakukan selama musim hujan.

“Memaksa” sekolah sekolah untuk program ini saya rasa bukan sebuah dosa. Toh selama ini semua sekolah juga berlomba-lomba buat gerbang besar dan taman yang cantik. Duitnya banyak lho. Sekarang mari berlomba-lomba membuat kebun bibit dan menanam bibit itu. Siapa tahu nanti ada penghargaan khusus bagi sekolah yang paling banyak membibitkan dan paling banyak menanam pohon.

Cara ini tentu saja bukan obat mujarab untuk mengatasi krisis lingkungan di NTB. Tapi ini setidaknya bisa mengurangi beban anggaran : pengadaan bibit.

Dengan jumlah sekolah dan tersebar di semua kecamatan, saya rasa ini akan membantu anak muda yang sedang semangat menanam pohon. Daripada sudah semangat mau menanam, pak gubernur sedang on fire menghijaukan lahan tandus, tapi kemudian bibitnya zonk.  Coba pak gubernur cek berapa bibit pohon yang ada di Dinas LHK dan KPH-KPH .

NB : siapa tahu juga nanti juga bisa diikuti oleh Kementerian Agama mengingat banyak madrasah di NTB. Termasuk juga diikuti oleh Bupati/Walikota karena SD dan SMP menjadi urusan kabupaten/kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *