Gumantar Desa Yang Kaya Dengan Budaya
Oleh :Fathul Rahman
Pertama kali berkunjung ke Gumantar tahun 2009. Saya berkenalan dengan Jumayar, dan ketika tugas menjadi wartawan di KLU, saya semakin sering ke Gumantar. Sering menginap dan mengikuti berbagai kegiatan adat.
Saat itu akses jalan ke Gumantar rusak parah. Jalan aspal (yang nggak mulus) hanya sampai Dusun Gumantar. Ke Desa Beleq butuh perjuangan. Saat musim hujan, motor pun susah. Gumantar terus berkembang, dan tetap menjaga tradisi. Dusun Desa Beleq masih menjaga bangunan tradisional. Kompeks itu masih bertahan hingga sekarang. Di tempat lain, termasuk perkampungan tradisional Segenter, yang sudah cukup terkenal, banyak berubah.
Ketika booming pariwisata, Gumantar juga mencoba. Mengenalkan diri sebagai desa budaya. Anak-anak muda berinisiatif mempromosikan. Termasuk juga sering mengundang komunitas. Mereka juga terbuka dengan kehadiran orang luar, dalam jumlah banyak. Warga Gumantar ramah-ramah. Gumantar salah satu lokasi Kelas Inspirasi Lombok. Ada dua posko di Gumantar saat itu.
Pariwisata di Gumantar masih mencari bentuk. Pemandangan alamnya cukup bagus. Berbatasan langsung dengan hutan lindung dan juga taman nasional. Ada air terjun, bersusun hingga tiga tingkatan.
Tradisi di Gumantar juga masih terjaga. Beberapa tamu juga pernah datang ikut menyaksikan. Mereka boleh disebut wisatawan. Bagi penggemar olahraga sepeda dan trail run, Gumantar punya potensi. Dari lokasi air terjun ke desa adat jalannya turun. Jalan tanah. Menguji nyali. Dan jalannya cukup panjang, kira-kira sampai 4 km. Tentu mengasyikkan (saya berencana akan mencoba).
Budaya, air terjun, hutan, dan keramahan warga Gumantar adalah potensi. Beberapa kali diskusi dengan teman di Gumantar, kadus, pokdarwis, tokoh masyarakat, ada keinginan agar Gumantar bisa semakin dikenal.
Bukan semata banyaknya wisatawan berkunjung. Tapi wisatawan juga bisa belajar di Gumantar. Sebagai desa adat, Gumantar tangguh ketika menghadapi bencana. Seorang kawan yang fokus pada isu konservasi dan mitigasi bencana, menyarankan wisatawan juga nanti bisa belajar ketangguhan bencana di Gumantar.
Beberapa kawan yang saya hubungi siap membantu. Balai TNGR, sebagai pemilik air terjun juga siap membantu. Pokdarwis bisa mengelola air terjun melalui kerjasama dengan Balai TNGR.
Potensi ekonomi dari kawasan hutan (HKm) Gumantar juga cukup besar. Pisang, sekarang sedang demam porang, jahe, buah, dan madu trigona.
Sebelum gempa sempat berdiri beberapa tempat menaruh stup madu trigona. Di dekat hutan adat. Banyak yang rusak. Yang di foto ini adalah sisa-sisanya. Saya berharap kedepannya para sahabat yang mengerti tentang madu trigona bisa sharing di Gumantar. Tentu teman teman di Gumantar senang jika ada yang mau sharing. Senang jika ada yang berbagi. Karena orang Gumantar juga senang berbagi. Bahkan ketika susah sekalipun.
Masih ingat foto anak-anak sekolah yang mengumpulkan sumbangan ketika Gempa Palu 2018 ? Masih ingat aksi para petani yang melelang pisang hasil kebunnya, lalu hasil penjualan itu disumbangkan bagi korban gempa Palu?
Orang-orang itu adalah orang-orang di Gumantar. Yang pada saat itu, mereka juga korban gempa..