Feature

Pengrajin Dile Jojor di Sukamaju Desa Rempung Raup omset Sampai Rp 3 Juta Setiap Ramadhan.

-

Penulis : Buati Sarmi

Editor: Mustaan Suardi

Lombok Timur – Ditaswara.com. Pengrajin dan penjual dile (lampu, red) jojor di Lombok Timur (Lotim) kelimpahan berkah disetiap bulan Ramadhan lantaran permintaan masyarakat di beberapa wilayah Lotim masih tinggi. Hal itu dikatakan Inaq Aditya, salah seorang pengrajin dile Jojor asal kampung Sukamaju Desa Rempung, Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur, saat ditemui media ini, Minggu (31/3).

Dile Jojor adalah sebuah lampu tradisional yang terbuat dari buah jamplong sangrai, kapuk, dan sisa parutan kelapa yang telah diambil santannya.

Maleman dile jojor merupakan sebuah tradisi masyarakat Lombok Timur dalam menyambut dan merayakan malam Nuzulul Qur’an di setiap malam ganjil sepuluh malam terakhir bulan ramadhan. Meski tradisi maleman ini sudah hampir punah, namun beberapa wilayah desa di Lombok Timur masih mempertahankan itu, sehingga pengerajin dan penjual dile jojor inipun turut kelimpahan berkah dengan meraih omset mencapai Rp3 juta.

“Omset kita dapatkan perhari hampir Rp200 ribuan. Pekerjaan ini walaupun hanya musiman tapi sangat membantu dan sangat kita tunggu,” ucap inaq Aditya.

Sudah tujuh kali puasa yang berarti tujuh tahun sudah pekerjaan ini dilakukannya. Mudahnya mendapat bahan baku pembuatan dile jojor inipun menjadi alasan mengapa ia konsisten melakukan pekerjaan ini walaupun hanya musiman.

“Bahan bakunya mudah kita dapatkan. Buah jamplong banyak tinggal kita ambil di kebun sekitar sini, kapuk dan bambu untuk stiknya sudah kita kumpulkan dari empat lima bulan sebelumnya, sisa parutan kelapa perkarung besar itu harga 100 ribu cukup,” katanya.

Diakuinya ia hanya menunggu pembeli dan pengepul datang kerumahnya. Adapun untuk lima biji dile jojor dijualnya seharga Rp2.500. Disebutnya dalam sehari ia dapat menjual 400 biji dile jojor bahkan lebih.

Baca Juga :  Antusias Masyarakat Sambut Hari Kemerdekaan Indonesia

Adapun pembuatan dile jojor ini dilakukannya mulai pukul enam pagi hingga pukul empat sore. “Mulai jam enam pagi sampai selesai asar. Mulai pagi itu kita harus sangrai buah jamplong sampai dia gosong, kemudian nanti kita harus tumbuk semua bahan jadi satu agar mendapat satu bondolan,” ujarnya.

Dalam sehari, inaq Adit harus menumbuk sampai empat kali agar mendapat bondolan banyak. Selanjutnya membuat, dan terakhir di jemur dibawah sinar matahari. “Meski pekerjaan ini duduk-duduk tapi juga melelahkan, kita nikmati dan hasilnya pun sangat kita syukuri,” pungkasnya.(ds2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *