BRANDING PARIWISATA: KONSEP SEDERHNA SUSTAINABLE TOURISM DEVELOPMENT BAGI KEMAJUAN DESA WISATA
Oleh : Abdul Hafiz Pringgos.
Pariwisata akhir-akhir ini menjadi perbincangan yang paling intens di Indonesia. Hampir semua desa berlomba-lomba dalam meningkatkan dan mengembangkan destinasi-destinasi pariwisata. Bahkan pariwisata menjadi ujung tombak dalam peningkatan ekonomi. Oleh karena itu, wisata bertransformasi ke dalam dunia Industri. Karena itu, pariwisata berorientasi pada profit, dalam tanda kutip ‘uang’.
Oleh sebab itu, muncul di tengah-tengah masyarakat, baik dari sosial budayanya maupun lingkungannya. Tidak menampik kemungkinan, ketika wisatawan berkunjung ke salah satu destinasi wisata di sebuh pedesaan dapat mengkontaminasi tatanan sosial kemasayarakatan dan memperkeruh nilai-nilai masyarakat serta merusak lingkungan setempat.
Maka, dibutuhkan perhatian yang serius untuk menghindari dan mencegah kondisi di atas. Berkaca dari tujuan dibentuknya pariwisata yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, Sustainable Tourism Development (STDev) adalah konsep pariwisata yang tepat untuk ditawarkan ke masyarakat. Lalu yang menjadi pertanyaan mendasarnya adalah, “Apa dan bagaimana konsep STDev ini?
Secara harfiah, Sustainable Tourism Development diartikan dengan pembangunan berkelanjutan, yang kemudian didepinisikan sebagai prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang tergabung dalam konsep ‘triple bottom line’ (People, Planet, Profit), dalam pembangunannya. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh John Elkington pada tahun 1994 dalam bukunya yang berjudul Cannibal with Fork yang dapat menjadi tiga pilar pengukuran kinerja yang dapat dilihat dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan. Konsep ini kemudian diterapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang disederhanakan dengan sebutan konsep 3P (People, Planet, Prosperity).
Pada forum diskusi, ‘Lokakarya Branding Pariwisata’ dengan tema “Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan” yang diselenggarakan oleh teman-teman KKP UIN Mataram Tahun 2022 Desa Pringgasela memahami dengan Karang Taruna Girang Desa Pringgasela, konsep 3P menjadi lebih sederhana, yaitu; ‘Masyarkat, Alam dan Budaya, serta Ekonomi’.
Melihat Pringgasela yang kaya akan potensi budaya dan alamnya, pemateri diskusi menyarankan memanfaatkannya sebagai potensi pariwisata untuk mendukung ekonomi demi kesejahteraan masyarakat Pringgasela, sesuai dengan tujuan dari konsep STDev yang ditawarkan. Pemateri juga menyampaikan pengalamannya saat bergelut di dunia pariwisata, “Kolaborasi juga sangat berperan dalam mengembangkan atau membangun pariwisata yang berkelanjutan”. Dimana kolaborasi dengan banyak elemen memberi pengaruh yang besar terhadap kemajuan pariwisata, terutama branding wisata itu sendiri.
Tidak hanya itu, pengelolaan SDM yang baik juga perlu menjadi perhatian khusus dalam membangun pariwisata yang berkelanjutan, khususnya bagi desa wisata. Kebanggaan lokal yang terletak di pedesaan yang membangun pariwisata, terutama di pedesaan. Karena, “Desa Wisata, Wisata Desa”, ungkap pemateri. Maka dari itu, aktivitas masyarakat salah satu poin terpenting dalam membangun Desa Wisata. “Desa Wisata itu; dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat”, lanjut ungkap pemateri.
Desa wisata tidak sekedar menampilkan potensi-potensi yang ada dan ditarik. Namun, bagaimana ia mengemasnya dengan suatu hal yang unik dan menarik. Sederhananya, lain dari pada yang lain, yaitu something yang berbeda. Tentu hal tersebut dapat dikemas dalam sebuah cerita, kalau dalam bahasa periklanan disebut dengan ‘story telling’.
Pemateri memberikan suatu analogi sederhana dengan memberikan satu pertanyaan kepada seluruh audiens, “Saya punya satu panci yang rusak (panci robek), kemudian saya jual kepada teman-teman. Dengan harga berapa teman-teman tawar?” Ada yang menjawab lima dari (Rp. 5000), ada pula yang menjawab sepuluh ribu (Rp. 10.000). Lalu pemateri melanjutkan, “Bagaimana kalau saya ceritakan bahwa, panci tersebut pernah dipakai oleh bapak proklamator Ir. Soekarno untuk memasak, pasti semua akan menjawab tantangan meski dengan harga sampai kisaran jutaan rupiah.”
Gambaran sederhana dalam memajukan desa wisata yang dikemas melalui sebuah cerita atau story telling. Lalu siapa yang berperan menjadi story teller-nya? Tentu pemuda seharusnya berperan aktif terhadap hal tersebut. Di Desa Pringgasela misalnya, ketika kita menyebutkan Pringgasela yang terbersit dipikiran orang-orang adalah tenun. Maka, cerita tentang tenun dapat dikemas semenarik dan seunik mungkin. Misalnya, seperti kain tenun dengan motif ‘Sari Menanti’. Proses munculnya atau terbentuknya motif tenun Sari Menanti ternyata memiliki cerita yang unik di dalamnya. Motif Sari Menanti menceritakan tentang teruna bajang (lelaki muda) yang midang (ngapel) ke rumah pasangannya (wanita idaman), kemudian menemani sang wanita menenun dengan melilit. Cerita seperti ini dapat kita publikasikan ke khalayak umum,
Gambar Motif Sari Menanti
Seluruh aktivitas masyarakat dapat dikemas dalam bentuk story telling, entah itu kehidupan sosial atau sehari-hari maupun kehidupan budaya ataupun adat istiadat. Oleh karena itu, pemuda sebagai generasi masa depan bangsa akan menjadi ujung tombak untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai budaya, terkhusus cerita-cerita yang memiliki nilai-nilai budaya dan keluhuran.
Namun, etika pengunjung juga mesti diperhatikan supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat setempat. Kenyamanan pengunjung juga harus diimbangi dengan kenyamanan masyarakat. Maka, keharmonisan budaya harus diciptakan antara pengunjung masyarakat setempat. Sederhananya, masyarakat sadar akan pariwisata dan wisatawan sadar akan etika sosial masyarakat setempat, sehingga keduanya bisa saling beradaptasi.
Selain potensi masyarakat dan budayanya, potensi alam juga harus dikelola dengan baik. Destinasi wisata alam, seperti sungai, air terjun, persawahan, perkebunan, dan lain-lain juga masuk dalam daftar kunjungan wisatawan. Poin terpenting yang harus dijaga dalam hal ini adalah lingkungan. Lingkungan yang bersih merupakan kenyamanan bagi para pengunjung, juga menjadi cerminan bagi pengunjung untuk menjaga kebersihan lingkungan setempat. Tentu yang memiliki peran dan andil besar dalam hal ini adalah pemuda. Lagi-lagi pemuda harus menanamkan spirit dalam pergerakannya untuk memajukan pariwisata di desa.
Membaca geografi, menjadi poin penting dalam membangun pariwisata berbasis potensi alam. Dengan bacaan tersebut, kita dapat melihat apa yang perlu dan harus kita tawarkan ke khalayak umum. Bagaimana kita memanjakan para pengunjung setelah mendatangi tempat yang kita tawarkan. Sehingga, potensi alam yang kita tawarkan dapat menghasilkan benefit bagi masyarakat sekitar.
Secara keseluruhan potensi pariwisata yang disebutkan di atas tentu saja dalam pengelolaan keuangan untuk mengatur pendapatan serta keuntungan, agar tidak terjadi kerancuan dan hal-hal yang tidak diinginkan. Pengeluaran dan pemasukan harus memiliki arah yang jelas, agar tidak terjadi tumpang tindih antar elemen, baik dari pemerintahan, masyarakat, hingga pengelola pariwisata. Maka, di sanalah dibutuhkan kerjasama yang baik antar setiap elemen.
Jadi, dari sedikit pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa konsep sederhana STDev bagi kemajuan desa wisata yaitu, memanfaatkan potensi masyarakat setempat serta budaya dan alamnya dan pengelolaan keuangan yang baik.
Pringgasela 12 Agustus 2022.