Hutan Orong Grisak Tete Batu,Potensi Menarik Dunia.
Oleh : Afink Alkaff.
Banyak yang bertanya. Kenapa Tete Batu layak menyandang Desa Wisata tingkat dunia?
Mungkin ini bisa menjadi salah satu referensi dan sudut pandang kenapa treveler dunia jatuh cinta kepadanya.
Tulisan ini direalis Jawa Pos News Network (JPNN), Senin, 19 April 2010 – 13:54 WIB salah satu media online awal asuhan Jawa Pos Grup yang dinahkodai Dahlan Iskan. Yang mantan Menteri BUMN dan Dirut PLN itu.
Salah satu angle menarik yang aku lihat di lereng Selatan Rinjani.satu dari sederet potensi Tete Batu yang terhampar sampai Rinjani itu. Tentang Hutan Orong Gerisak, Tete Batu, Lombok Timur.
Dan aku pun mulai jatuh cinta mengelola hutan, air, dan potensi perkebunan kawasan hutan. Wabilkhusus kawasan Hutan Orang Gerisak, Tete Batu ini. Dan kini, cinta itu bersemi kembali.
Seiring mulai mendunianya Tete Batu di kancah wisata dunia.
Memang, Tete Batu tidak meraih penghargaan UNWTO yang dianggap bergengsi itu. Tetepi cinta ku dan cintamu untuk kampung ini kan selalu ada. Aseeekkkk..
Kan terus ada berhias Teratai Putih Otak Kokok yang mengalir sampai Tanah Tanah Kering Selatan, ujung Lombok Timur.
Seperti masa masa itu, Tete Batu tetap asri dengan segudang cerita yang tersisa.
Dahulu, kawasan Hutan Orong Gerisak, Tete Batu, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lotim, seluas 300 hektare hanyalah semak belukarKini, lahan tersebut berubah menjadi hutan produktif yang dijaga dan dikelola masyarakat setempat.
ADALAH R Nino Soedjono, perintis dan penggerak warga Tete Batu dalam melestarikan lingkungan
Setelah sukses melestarikan 300 hektare lahan Hutan Orong Gerisak, Nino kembali merintis perjuangan yang tak kalah Fundamental. Kali ini, pria 38 tahun yang kerap berpenampilan ala koboi ini sudah mulai mencoba mengatasi krisis energi listrik yang dialami warga sekitar. Tanpa listrik, sektor pariwisata dan berbagai sektor lain yang menjadi tulang punggung warga Tete Batu mustahil berkembang.
Soal dedikasi dan sumbangsihnya kepada masyarakat sekitar, nama besar keluarga Raden Soedjono sudah tidak diragukan lagi Raden Soedjono yang kini namanya diabadikan menjadi Rumah Sakit Umum Selong itu, tidak saja dikenal menjadi pahlawan kesehatan bagi warga Lombok Timur. Tetapi juga Maestro Pariwisata NTB. Pariwisata yang berbasis kesehatan dan lingkungan tentunya.
Dokter Soedjono yang kala itu dikenal sebagai pejuang pemberantas kolera pada era sebelum kemerdekaan ini juga sangat lekat dengan pelestarian lingkungan.Bahkan, nama Soedjono juga sangat identik dengan sejarah awal desa pariwisata Tete Batu.
Lihat saja, bagaimana penginapan Wisma Soedjono Tete Batu yang dikelilingi pohon leci, kelengkeng, pala, dan berbagai pohon-pohon produktif langka lainnya. Tak heran, meski saat ini sektor pariwisata Tete Batu lesu, Wisma Soedjono yang merupakan penginapan tertua di daerah itu tetap saja ramai dikunjungi wisatawan asing.
Uniknya, sebagian besar wisatawan asing yang datang ke Wisma Soedjono adalah wisman tua asal Belanda, dan belahan Eropa lainnya.
Wisma yang dibangun sekitar 1920 ini memiliki rumah induk berarsitektur kuno ini memiliki kaitan sejarah dengan Belanda ketika masih menjajah di negeri ini.
Rupanya, semangat juang Raden Soedjono mengalir kepada putranya Raden Soeweno Soedjono.
Meski Soeweno berprofesi sebagai pengacara, namun sumbangsihnya dalam bidang pertanian di daerah Tete Batu sangat besar.
Nah, kecintaan keluarga Soedjono dalam pelestarian lingkungan terus mengalir kepada putranya Nino Soedjono. Meski Nino bukan seorang dokter seperti kakeknya atau pengacara seperti bapaknya, dedikasinya untuk pelestarian lingkungan patut diacungi jempol.
Salah satu perjuangan Nino yang mendapat dukungan penuh dari 400 kepala keluarga warga Tete Batu adalah reboisasi swadaya Hutan Orong Gerisak seluas 300 hektare
Dulunya, Hutan Orong Gerisak merupakan kawasan hutan yang sudah dijarah para pembalak liarBelakangan, kawasan hutan itu dijadikan salah satu kawasan proyek gerhan (2007).
Karena pola yang dianut proyek gerhan di kawasan itu tidak tepat, kawasan Hutan Orong Gerisak itu tetap saja dipenuhi semak belukar. Kalau pun ada pohon dari proyek gerhan yang hidup, jumlahnya amat sedikit.
Melihat kondisi itu, Nino mencoba ambil peranMaklum, pria yang hobi berburu dan off road ini sangat mengenal kawasan Hutan Orong Gerisak yang letaknya tidak jauh dari kediamannyaDi samping itu, saat Hutan Orong Gerisak menjadi lahan proyek gerhan (2005), Nino juga mencoba melakukan penghijauan di lahannya sendiri.
Tidak tanggung-tanggung, Nino menanam sekitar 30 ribu jenis pohon buah lokal, seperti mangga, durian, nangka, dan berbagai pohon produktif lainnya.
Hasilnya, pola penghijauan yang dikembangkan Nino di atas lahannya jauh lebih sukses dengan pola gerhan yang dilakukan pemerintah di kawasan Hutan Orong Gerisak.
Meski tergolong sukses, Nino belum merasa puas jika yang dilakukannya belum bermanfaat untuk orang banyakNino lantas mencoba melibatkan 400 kepala keluarga di sekitar kawasan Hutan Orong Gerisak.
Selanjutnya, Nino sebagai ujung tombak menjalin kerjasama dengan pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR).
Setelah berhasil meyakinkan pihak BTNGR keluarlah kesepakatan bersama antara BTNGR dengan Nino dalam merehabilitasi lahan Hutan Orong Gerisak secara swadaya”.
Sebagai langkah awal, kami bersurat dan meminta izin kegiatan rehabilitasi lahan secara swadaya” kepada BTNGR Permohonan ini diajukan karena telah terjadi degradasi” hutan di wilayah tersebut dan dampaknya sudah dirasakan masyarakat,” ungkap Nino di kawasan Hutan Orong Gerisak yang kini tampak rimbun dengan ribuan pohon produktif.
Dalam kesepakatan yang diteken Kepala BTNGR (2005) Lusman Pasaribu tertanggal 16 Maret 2005 disebutkan, kedua pihak bersepakat memulihkan dan mempertahankan ekosistem. Dengan harapan, lahan yang tadinya rusak dapat berfungsi optimal sesuai daya dukung dan peranannya sebagai habitat suatu jenis tumbuhan atau satwa dalam mendukung sistem penyangga kehidupan.
Sesuai kesepakatan, Nino juga mendapatkan izin memanfaatkan sarana dan prasarana TNGR untuk mendukung kegiatan rehabilitasi. Tentunya, setelah mendapat izin dari BTNGR.
Dalam pendanaan rehabilitasi, Nino diperkenankan menggali dana dari pihak lain selama tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undanganHanya saja, dalam hal ini Nino lebih banyak merogoh kocek sendiri.
Untuk biaya rehabilitasi lahan per 10 hektare, Nino mengeluarkan dana pribadinya sebesar Rp 72 jutaUntuk saat ini, kata Nino, dirinya baru bisa membiayai rehabilitasi 35 hektare. Artinya, Nino sudah mengeluarkan dana pribadi sekitar Rp 250 juta untuk rehabilitasi 35 hektare kawasan Hutan Orong Gerisak Selebihnya, penghijauan swadaya dilakukan dengan cara pembibitan bersama.
“Untuk menghijaukan lahan seluas 35 hektare, masyarakat bekerja secara gotong royong selama tiga tahun,” ungkap Nino.
Kesepakatan ini berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang apabila dalam pelaksanaan tidak menyimpang dari kesepakatan bersamaDan setelah lima tahun, kawasan Hutan Orong Gerisak berubah menjadi hutan pohon produktifSepanjang mata memandang, terlihat berbagai jenis pohon tampak tumbuh subur. (*).